Distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui program satu harga di kawasan perbatasan, Apau Kayan, Malinau, Kalimantan Utara (Kaltara), belum sepenuhnya optimal. Program yang diluncurkan oleh pemerintah pusat melalui PT Pertamina (Persero) sejak tahun 2017 ini masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa di antaranya adalah masalah infrastruktur dan kesulitan dalam menjangkau daerah-daerah terpencil. Hal ini juga berlaku untuk wilayah perbatasan di Apau Kayan. Pengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Bahtra Indah Jaya (BIJ) di Desa Long Ampung, Kecamatan Kayan Selatan, Malinau, merasakan dampak tersebut. Menurut Humas SPBU Desa Long Ampung, Rebid, dalam sebulan mereka dapat membeli BBM dari Pertamina Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim) sebanyak 30 ribu liter atau 30 ton jenis pertalite dan solar. "Masalahnya, distribusi BBM oleh transportir ke SPBU belum optimal, seringkali pemesanan BBM baru dapat dipenuhi setelah berminggu-minggu. Bahkan, ada kalanya baru seluruhnya diterima setelah berbulan-bulan," ungkap Rebid pada Sabtu (10/5/2025). "Ironisnya, BBM yang didistribusikan oleh transportir belum sepenuhnya diterima. Kami terpaksa melakukan pemesanan dan pembelian lagi," tambahnya. Rebid menjelaskan bahwa mobil pengangkut BBM yang dimiliki transportir hanya memiliki kapasitas angkut 1 ton. "BBM yang diangkut tidak hanya untuk SPBU Long Ampung di Kecamatan Kayan Selatan, tetapi juga melayani distribusi ke Kecamatan Sungai Boh dan Desa Data Dian (Kecamatan Kayan Hilir). Masalah jalan yang rusak juga menjadi kendala dalam distribusi, sehingga bisa memakan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan untuk menerima seluruh pasokan," jelas Rebid. Ia menyatakan bahwa pihaknya memperoleh BBM Satu Harga dari Pertamina Balikpapan, yang selanjutnya diangkut oleh transportir melalui depo Pertamina Samarinda menuju Apau Kayan dengan menggunakan jalur sungai dan darat.