CNBC Indonesia/Tri Susilo

Tanda "Kiamat" Bagi Industri Batu Bara Mulai Terlihat, Berawal Dari China

Rabu, 29 Jan 2025

Harga batu bara global mengalami penurunan dalam perdagangan kemarin setelah sektor manufaktur di China menunjukkan tanda-tanda kontraksi. Para pelaku pasar merasa khawatir akan berkurangnya permintaan dari China, yang merupakan konsumen utama batu bara di dunia. Menurut data dari Barchart, harga batu bara acuan Newcastle pada Selasa (28/1/2025) tercatat sebesar US$114,75 per ton, mengalami penurunan sebesar 1,2 poin atau 1,04% dibandingkan dengan posisi sebelumnya.

Indeks Manufaktur PMI resmi China yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional (NBS) mengalami penurunan tak terduga menjadi 49,1 pada Januari 2025, lebih rendah dari estimasi dan angka Desember yang tercatat 50,1. Penurunan ini menandakan kontraksi pertama dalam sektor manufaktur sejak bulan September dan merupakan penurunan terdalam dalam lima bulan terakhir, seiring dengan melambatnya aktivitas pabrik menjelang perayaan Tahun Baru Imlek.

Output manufaktur mengalami penyusutan untuk pertama kalinya dalam lima bulan terakhir (49,8 dibandingkan 52,1 pada Desember), sementara pesanan baru juga mengalami penurunan untuk pertama kalinya sejak September, mencatat penurunan terdalam dalam lima bulan (49,2 dibandingkan 51,0). Selain itu, aktivitas pembelian menurun untuk pertama kalinya dalam tiga bulan dengan laju penurunan terdalam sejak September (49,2 dibandingkan 51,5).

Namun, tantangan tetap ada karena pesanan dari luar negeri (46,4 dibandingkan 48,3) dan tingkat ketenagakerjaan (48,1 dibandingkan 48,1) masih menunjukkan kelemahan. Waktu pengiriman sedikit membaik (50,3 dibandingkan 50,9).

Dari segi harga, biaya input (49,5 dibandingkan 48,2) dan harga jual (47,4 dibandingkan 46,7) mengalami penurunan yang lebih ringan.

Sementara itu, China menargetkan untuk mencapai emisi karbon nol pada tahun 2060, dengan puncak emisi diperkirakan dapat tercapai sebelum tahun 2030. Hal ini menjadi tantangan tambahan bagi sektor energi fosil.

Menurut laporan Reuters, pada tahun 2024, China kembali mencatat rekor dalam penambahan kapasitas energi baru terbarukan (EBT).

Pembangkit listrik energi terbarukan terbesar di dunia saat ini adalah Bendungan Tiga Ngarai (Three Gorges Dam) yang terletak di China. Meskipun bendungan ini lebih dikenal sebagai pembangkit listrik tenaga air, ia juga berfungsi sebagai sumber energi terbarukan dalam skala besar. Dengan kapasitas terpasang sekitar 22.500 MW, bendungan ini menjadi yang terbesar di dunia berdasarkan kapasitas produksinya.

Di samping itu, terdapat proyek energi terbarukan besar lainnya, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya Tengger Desert Solar Park di China, yang merupakan salah satu taman surya terbesar di dunia dengan kapasitas sekitar 1.547 MW.

Pembangkit Listrik Tenaga Angin Gansu di China juga mencatatkan diri sebagai kompleks tenaga angin terbesar di dunia, dengan kapasitas terpasang lebih dari 6.000 MW, dan direncanakan akan mencapai 20.000 MW di masa mendatang.

Berdasarkan laporan Badan Energi Nasional (National Energy Administration/NEA) pada Selasa (21/1/2025), pencapaian ini didorong oleh penambahan kapasitas sebanyak 277 gigawatt (GW) sepanjang tahun 2024.

Penambahan tersebut merupakan yang tertinggi dalam sejarah dan melampaui rekor tahun sebelumnya yang juga dipegang oleh China, yaitu sebesar 217 GW.

Instalasi energi terbarukan ini menandakan tercapainya bauran energi terbarukan di China lebih cepat dari target yang ditetapkan untuk tahun 2030.


Tag:


  • " target="_blank">

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.