Libur Idulfitri 1446 H yang akan berlangsung pada tahun 2025 diperkirakan akan menjadi peluang besar bagi sektor pariwisata di Kabupaten Limapuluh Kota. Lembah Harau, sebagai salah satu ikon wisata daerah ini, diprediksi akan menyumbang sekitar 50 persen dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh melalui retribusi wisata selama periode Lebaran. Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Limapuluh Kota, Syukri Anda, pada Rabu (16/4). Ia menjelaskan bahwa proyeksi tersebut didasarkan pada estimasi kunjungan wisatawan yang diperkirakan mencapai 21 ribu orang, angka yang hampir setara dengan jumlah kunjungan pada Idulfitri tahun lalu. “Lembah Harau masih menjadi sumber PAD terbesar. Namun, saat ini tren pariwisata mulai meluas dengan munculnya beberapa destinasi baru,” ungkap Syukri. Selain Lembah Harau, beberapa objek wisata alternatif seperti Kapalo Banda, Kerta Wahana Sarilamak (KWS), dan Sikabu-kabu Sawah (Sikabu) juga mengalami peningkatan jumlah pengunjung. Hal ini menunjukkan bahwa minat wisatawan kini tidak lagi terfokus pada satu lokasi saja. “Dulu orang hanya mengenal Lembah Harau, tetapi sekarang sudah banyak pilihan. Ini menunjukkan bahwa destinasi lain mulai berkembang dan memiliki peluang yang sama untuk menarik pengunjung,” tambahnya. Rekayasa lalu lintas selama libur Lebaran juga berperan penting dalam distribusi wisatawan ke berbagai destinasi. Kebijakan ini secara tidak langsung membantu meratakan potensi pendapatan dari sektor pariwisata. Menurut Syukri, estimasi pendapatan bruto dari retribusi wisata di Lembah Harau selama musim liburan ini diperkirakan mencapai Rp100 juta. Namun, tidak semua dana tersebut akan disetorkan ke kas daerah. Sebagian dari pendapatan tersebut akan dialokasikan sebagai kontribusi kepada nagari atau desa adat yang berada di sekitar area wisata. “Dari total Rp100 juta, sekitar setengahnya akan masuk ke Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sisa dana tersebut akan dibagikan sebagai bentuk penghargaan atas peran nagari dalam menjaga kelestarian dan ketertiban objek wisata,” ujarnya. Syukri juga mengakui bahwa pengelolaan pendapatan dari destinasi baru seperti Kapalo Banda, KWS, dan Sikabu masih belum terorganisir dengan baik. Meskipun demikian, jumlah pengunjung ke lokasi-lokasi tersebut terus meningkat. “Ini menjadi perhatian utama kami. Ke depan, perlu ada kebijakan teknis agar destinasi-destinasi ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PAD,” tegasnya Syukri menekankan pentingnya memaksimalkan potensi PAD dari sektor pariwisata, mengingat dana tersebut berasal dari masyarakat dan seharusnya kembali untuk pembangunan serta kesejahteraan rakyat. “Jika pengelolaan pendapatan dari pariwisata dilakukan dengan baik, maka manfaatnya akan langsung dirasakan oleh masyarakat. Ini adalah dana dari rakyat, yang harus kembali untuk kepentingan rakyat,” tutupnya.