JPNN.COM

Sebagai Pemain Global, Aceh Harus Memenuhi Standar Internasional

Senin, 05 Mei 2025

Mengelola dan mengembangkan pariwisata halal yang berstandar internasional di Provinsi Aceh bukanlah hal yang mudah. Diperlukan komitmen dan dukungan dari semua pihak agar target peningkatan produk domestik bruto (PDB) melalui penyerapan tenaga kerja dapat tercapai dengan cepat. Untuk itu, Menteri Pariwisata RI Arief Yahya merekomendasikan agar pengembangan pariwisata di Serambi Mekah mengikuti standar Global Moslem Travel Index (GMTI) yang telah ditetapkan secara global. "Jika ingin bersaing di tingkat internasional, terapkanlah standar global," ujarnya dalam Rapat Koordinasi Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh di Hotel Hermes, Banda Aceh, pada 19 September 2016. Seperti halnya Kemenpar, Arief menambahkan, selalu melakukan kalibrasi terhadap standar World Tour and Travel Index (WTTI) yang disusun oleh World Economic Forum (WEF) dengan 14 pilar pengembangan pariwisata nasional.

"Standar global ini memungkinkan kita untuk membandingkan posisi kita dengan negara-negara pesaing, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Turki, dan UEA, yang telah berhasil dalam pengembangan destinasi halal," jelasnya. Selanjutnya, Arief menekankan pentingnya memahami kelemahan dan kelebihan untuk dengan cepat menentukan area yang perlu diperbaiki agar dapat memenangkan persaingan. Saat ini, Indonesia masih berada di posisi terbawah dibandingkan negara-negara pesaing tersebut. Menurut Arief, salah satu kelemahan, sekaligus kelebihan Aceh, adalah aspek halal itu sendiri. Masyarakat percaya bahwa semua makanan telah terjamin 1000 persen halal dengan proses, fasilitas, dan tempat yang aman dari unsur haram, sehingga para pemangku kepentingan pariwisata di Aceh merasa tidak perlu lagi mengurus sertifikat halal.

Ini adalah kesalahpahaman. Meskipun sudah jelas halal, sertifikat halal dari lembaga yang diakui secara global tetap diperlukan,” ujarnya. Dia menambahkan bahwa cara paling efektif dan cepat untuk memenangkan persaingan adalah melalui benchmarking. Bukan sekadar membandingkan kasus demi kasus yang hanya berujung pada polemik dan debat yang tidak produktif, tetapi dengan menggunakan standar global yang biasanya diperlombakan setiap tahunnya. "Keuntungan cepatnya, Aceh harus mampu memenangkan persaingan tersebut dan meraih penghargaan sebagai Destinasi Budaya Halal Terbaik Dunia 2016, yang tahun lalu berhasil diraih oleh Lombok," jelasnya. Ketua Tim Percepatan Wisata Halal Kemenpar, Riyanto Sofyan, menyatakan bahwa ada tiga tingkatan untuk meraih keuntungan cepat. Pertama, kepemimpinan global, yang mencakup perolehan penghargaan internasional, peningkatan peringkat GMTI, lobi dan komunikasi antar pemangku kepentingan, serta semakin banyak terlibat dalam acara internasional. Kedua, pemasaran dan promosi dengan tujuan mengintegrasikan kampanye wisata halal Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri, secara agresif, terutama untuk pasar utama. Pasar wisata halal mencakup Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Malaysia, Singapura, Cina, India, Rusia, Jerman, Prancis, dan Inggris.

Selanjutnya, menerapkan strategi pemasaran menggunakan DOT (tujuan, asal, waktu), strategi promosi dengan BAS (branding, iklan, penjualan), dan strategi media melalui POSE (media berbayar, media milik, media sosial, media endorser)," ujar Riyanto. Ketiga, pengembangan destinasi, sumber daya manusia, dan kelembagaan dengan memperkuat daya saing atraksi, produk, dan layanan. Khusus untuk destinasi, terdapat 3A (atraksi, aksesibilitas, dan amenitas), peningkatan kapasitas sumber daya manusia, serta penyusunan pedoman wisata halal. "Selanjutnya, memfasilitasi sertifikasi halal untuk industri pariwisata," tambah Riyanto.



Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.