Jakarta - Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri secara tegas mendesak pemerintah Thailand dan Kamboja untuk menghentikan konflik bersenjata yang terjadi di wilayah perbatasan mereka. Desakan ini disampaikan menyusul laporan terkini yang menunjukkan bahwa ketegangan militer antara kedua negara tetangga tersebut terus memanas. Juru Bicara Kemlu RI, Yvonne Mewengkang, menegaskan bahwa Indonesia memandang serius perkembangan terakhir ini. Situasi ini dianggap dapat membahayakan perdamaian regional.
Inti dari desakan Indonesia adalah seruan agar kedua pihak kembali mematuhi dan mengimplementasikan komitmen yang telah mereka tanda tangani dalam Kuala Lumpur Peace Accord. Kesepakatan damai ini dianggap sebagai kerangka kerja yang sah dan sudah disepakati bersama untuk mengelola ketegangan. Yvonne menekankan bahwa accord tersebut harus menjadi landasan utama untuk segera menurunkan eskalasi konflik. Kepatuhan terhadap kesepakatan internasional merupakan kunci untuk mencegah jatuhnya korban jiwa lebih lanjut.
Indonesia juga menegaskan posisinya sebagai bagian dari komunitas ASEAN yang peduli terhadap stabilitas kawasan. Yvonne menyatakan bahwa penyelesaian konflik harus mengutamakan jalan diplomasi dan dialog yang konstruktif. Semangat persatuan dan kerja sama ASEAN harus dikedepankan di atas kepentingan nasional yang sempit. Setiap konflik bersenjata di antara anggota ASEAN dianggap merugikan seluruh komunitas.
Baca Juga: Personalisasi Dan Preferensi Baru, Mengurai DNA Luxury Family Travel Di Era Modern
Di sisi lain, muncul wacana dari pakar hukum internasional mengenai peran strategis yang dapat dimainkan Indonesia. Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto, menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto memiliki peluang untuk menjadi figur mediator. Mediasi oleh pemimpin negara besar dan netral di kawasan dinilai dapat membuka jalan buntu.
Hikmahanto berargumentasi bahwa kapasitas dan kewibawaan Presiden Prabowo dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Peran mediator ini harus dilaksanakan dengan berpedoman pada hukum internasional, khususnya Piagam PBB. Pendekatan hukum dan damai akan memperkuat legitimasi upaya perdamaian tersebut. Inisiatif semacam ini dapat mengubah peran Indonesia dari sekadar penyeru menjadi aktor pemecah masalah.
Para analis juga mengingatkan bahwa dampak konflik ini bersifat multidimensional. Hikmahanto secara khusus menyoroti ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN yang dapat terganggu oleh instabilitas keamanan. Iklim investasi dan kerja sama ekonomi regional berpotensi terhambat. Oleh karena itu, penyelesaian konflik bukan hanya urusan keamanan tetapi juga penjaga kemakmuran bersama.
Dengan menggabungkan desakan diplomatik formal dan wacana mediasi strategis, Indonesia menunjukkan kompleksitas pendekatannya dalam menghadapi krisis ini. Upaya ini bertujuan untuk menciptakan tekanan moral dan politik bagi Thailand dan Kamboja agar kembali ke jalur damai. Komitmen Indonesia terhadap stabilitas ASEAN sekali lagi diuji dalam menyikapi konflik internal anggota. Hasil dari krisis ini akan menjadi tolok ukur efektivitas mekanisme penyelesaian sengketa di kawasan.