Startup Operation Bluebird Berambisi Hidupkan Kembali Twitter, Hadapi Gugatan

Jumat, 19 Desember 2025

    Bagikan:
Penulis: Zidan Fakhri
Startup ini membangun platform prototipe twitter.new dengan logo dan warna khas Twitter lama, dan berargumen bahwa X Corp. telah menelantarkan merek Twitter setelah berganti nama menjadi X. (dok. Unsplash)

Jakarta - Sebuah startup bernama Operation Bluebird muncul dengan ambisi besar untuk menghidupkan kembali Twitter sebagai platform media sosial. Berbasis di Indiana, Amerika Serikat, startup ini secara resmi telah mengajukan petisi kepada United States Patent and Trademark Office untuk membatalkan kepemilikan merek dagang 'Twitter' dan 'Tweet' yang masih dipegang X Corp., perusahaan milik Elon Musk. Dasar hukum petisi mereka adalah klaim bahwa X Corp. telah menelantarkan merek dagang tersebut setelah mengganti nama platform utamanya menjadi X pada 2023.

Ambisi Operation Bluebird tidak hanya berupa dokumen hukum. Mereka telah mewujudkan visinya dalam bentuk nyata dengan mengembangkan sebuah website prototipe yang dapat diakses di alamat twitter.new. Platform baru ini didesain dengan estetika yang sangat mirip dengan Twitter era lama, menampilkan kembali logo burung yang ikonik dan skema warna biru yang telah melekat di benak publik selama bertahun-tahun. Langkah ini menunjukkan komitmen mereka untuk merebut tidak sekadar nama, tetapi juga identitas visual dari merek tersebut.

Namun, jalan Operation Bluebird untuk mewujudkan Twitter 2.0 tidak mulus. X Corp. merespons dengan keras melalui jalur hukum dengan melayangkan gugatan balik di pengadilan federal Delaware. Gugatan tersebut menuduh Operation Bluebird telah melakukan pelanggaran merek dagang dengan secara sengaja mencoba "mencuri" nama Twitter. X Corp. menegaskan bahwa Twitter tetap menjadi aset eksklusif mereka dan tidak pernah mati atau ditinggalkan.

Baca Juga: Celah Zero-Day Android Dieksploitasi Aktif, Google Rilis Patch Darurat

Dalam dokumen gugatannya, X Corp. membantah tudingan penelantaran merek. Mereka mengemukakan fakta bahwa domain Twitter.com masih aktif berfungsi sebagai pintu masuk ke platform X, yang diakses oleh jutaan pengguna setiap hari. Selain itu, istilah 'Tweet' dan 'Twitter' tetap digunakan secara universal baik oleh media arus utama maupun pengguna biasa untuk merujuk pada platform dan aktivitas di dalamnya, yang membuktikan keberlanjutan merek tersebut.

X Corp. tidak main-main dengan gugatan ini. Mereka meminta pengadilan untuk mengeluarkan injunksi yang memerintahkan Operation Bluebird menghentikan seluruh penggunaan merek dagang Twitter. Perusahaan juga memohon agar petisi startup tersebut ke lembaga paten ditolak, serta menuntut pemberian ganti rugi atas kerugian yang diderita akibat pelanggaran hak cipta yang dituduhkan.

Sebagai bagian dari strategi pertahanan yang lebih luas, X Corp. juga memperkuat posisi mereka melalui revisi kontrak. Mereka telah memperbarui persyaratan layanan yang akan berlaku mulai 15 Januari 2026, dengan klausul eksplisit yang melarang siapa pun menggunakan nama atau merek dagang Twitter tanpa izin tertulis. Langkah ini bertujuan memagari aset intelektual mereka dari klaim serupa di masa depan.

Upaya Operation Bluebird merefleksikan nostalgia sebagian komunitas terhadap era Twitter klasik, sekaligus menguji batas hukum kekayaan intelektual di dunia digital. Kasus ini mempertanyakan sejauh mana sebuah perusahaan yang telah melakukan rebranding total dapat mempertahankan hak atas nama dan identitas lamanya, terutama jika nama lama tersebut masih hidup dalam kebiasaan masyarakat.

Perjuangan hukum antara raksasa teknologi pimpinan Elon Musk dan startup kecil ini akan menentukan apakah Twitter dapat benar-benar "dihidupkan kembali" oleh pihak lain, atau tetap menjadi bagian dari sejarah yang dikendalikan penuh oleh X Corp. Hasilnya akan menjadi preseden penting bagi sengketa merek dagang di industri teknologi.

(Zidan Fakhri)

    Bagikan:
komentar